Idealisme Kepemimpinan dalam
Fase Rekonstruksi Gerakan KAMMI
Oleh: Akmal Junmiadi
(Aktivis KAMMI Komisariat UNJ)
"Dan
Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi
itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka
orang-orang yang mewarisi".
(Q.S Al-Qashas : 5)
Disorientasi Gerakan Mahasiswa Pasca Reformasi
Lebih dari satu dekade lamanya gerakan mahasiswa muslim tarbiyah telah menggegas dan mengawal
Era Reformasi di negeri ini. Namun yang menjadi pertanyaan besarnya
adalah apa saja kontribusi besar yang sudah dilakukan untuk memberikan
perubahan besar dalam wacana reformasi tersebut.? Kejayaan wacana
reformasi yang menggaung lepas ditahun 1998 kini tak lagi terdengar
menyeruak sebagai angin perubahan bangsa menuju arah yang benar-benar
jauh lebih baik. Reformasi yang menandakan hadirnya proses demokrasi
sebagai sistem yang diyakini dapat memberikan pencerahan, setelah lama
terkekang dalam cengkraman rezim Orde Baru selama 32 tahun, kini tak
ubahnya hanya sekedar bentuk proses demokrasi prosedural yang semu
terhadap makna substansial demokrasi itu sendiri. Wajah-wajah lama para
elit orba masih menjadi ikon pemain dan penentu utama setiap kebijakan
atas bangsa dan negeri ini. Tak ada yang berubah melainkan topeng dan
polesan para pemimpin yang korup tersebut agar lebih dikenal bersih dari
keburukannya yang pernah dilakukan di zaman orba.
Disisi
lain gerakan mahasiswa semakin lama terus terkikis dan mengalami
penurunan yang cukup mengkhawatirkan. Mahasiswa seakan lupa dan kembali
amnesia terhadap sejarah dan perannya yang menentukan arah besar suatu
proses kebangkitan bangsa. Ironi memang melihat gerakan mahasiswa saat
ini hanya dapat berephoria terhadap perjuangan mahasiswa angkatan 1998.
Sibuk memperlihatkan eksistensi hingga lupa akan peran utama dari
gerakannya. Atau memang sedemikian pragmatisnya sampai mau menjual
idealisme yang diusungnya demi kepentingan elit penguasa tertentu. Apabila hal teresebut benar terjadi maka tak
ayal lagi gerakan mahasiswa hanya digunakan atas mandataris suatu
kepentingan dalam momentum politik tertentu saja. Selebihnya lebih suka
dijadikan penonton dan penyorak para pemain kebijakan elit politik
penguasa saat ini.
Basis
utama gerakan mahasiswa yang berada dikampus-kampus, kini lebih suka
dijadikan lahan garapan dan rebutan kepentingan golongan yang
terfragmentasi. Penguasaan terhadap lembaga-lembaga formal kampus banyak
yang hanya dijadikan sebagai simbol status qou kepemimpinan para
aktivis gerakan pendahulunya. Tanpa mempertanyakan orientasi yang jelas mata
rantai perjuangan gerakan sebagai tanggung jawab estafet kepemimpinan
yang harus dilanjutkan. Apakah memang ketajaman daya nalar intelektual
kritis mahasiswa saat ini sudah semakin tumpul hingga tak mampu lagi
mendobrak kebekuan sistem kepemimpinan gerakan yang perlahan tapi pasti
menuju jurang kematian, karena sudah tak lagi dirasakan manfaatnya
secara layak.
Gerakan Peradaban Kampus Menuju Negara Madani
Berangkat
dari kedua permasalahan tersebut, sudah saatnya gerakan mahasiswa
khususnya para aktifis mahasiswa muslim tarbiyah di dekade ke-2 fase
reformasi kembali bangkit untuk berbenah diri. Kembali merekonstruski
gerakannya agar lebih memiliki arah perjuangan yang jelas dan menyambung
kembali keterputusan mata rantai perjuangan para pendahulu. Tradisi
inilah yang harusnya dimiliki oleh seluruh aktifis dakwah kampus dewasa
kini dalam tugas menyiapkan momentum kebangkitan Islam jangka panjang.
Sudah saatnya seluruh pemegang amanah siyasi (politik) gerakan mahasiswa
muslim tarbiyah menjemput kembali momentum yang hilang dengan
mempersiapkan momentum tersebut dari sekarang, bersiap-siap membuat masa
depan kebangkitan bangsa yang islami agar benar-benar dapat terwujud
dinegeri madani Indonesia kelak.
Hal
tersebut hanyalah dapat dilakukan manakala esensi gerakan dakwah ini
kembali merasuk kedalam kampus secara massif dan lebih tertata dengan
jauh lebih baik. Dengan kembali membangun basis-basis gerakan dakwah
siyasi syar'iyah (politik islam) serta menghimpun segenap komponen
potensi mahasiswa muslim melalui kulturisasi budaya mental intelektual
muda muslim dan pembentukan kepemimpinan muda yang dibangun secara
idealisme politik keislaman secara integral sesuai bingkai asas dasar
Islam (Al-Qur'an dan Al-Hadist). Dari sekedar politik nilai menjadi politik peradaban yang islami. Olehkarenanya gagasan "Gerakan Peradaban Kampus Menuju Negara Madani"
haruslah menjadi mainstream upaya akselerasi pencapaian Islam sebagai
sokoguru peradaban dunia kelak. Yakni dengan menjadikan kampus sebagai
miniatur Negara Madani sekaligus laboratorium peradabannya. Agar kemudian kampus benar-benar dapat menyuplai tatanan Peradaban dalam pengisian ruangan kenegaraan dan kebangsaan Indonesia.
KAMMI dan Rekonstruksi Kepemimpinan
Kehadiran
KAMMI saat ini, adalah salah satu jawaban nyata akan lahirnya proses
tersebut. Kehadirannya yang pernah menjadi fenomenal diawal Era
Reformasi,
dikenal sebagai bayi ajaib ditahun 1998. Kini harus mampu tumbuh
berkembang besar menjadi sosok pejuang pemuda muslim intelektual
profetis (membawa misi kenabian), yang senantiasa siap melawan dan
menggantikan kepemimpinan fir'aun (para pemimpin korup) bangsa dan
negara ini. Dari sekedar model perjuangan Nabi Musa (Oposan Kebatilan)
beralih kepada model perjuangan Nabi Yusuf (Muslim Negarawan). Dari
sekedar front aksi menjadi organisasi pemuda muslim yang juga fokus
membina dan membentuk militansi gerakan para penuntas perubahan untuk
memimpin bangsa dan negara menuju kemenangan Islam kelak. Dan
selanjutnya menjadikan Indonesia sebagai pusat dari peradaban dunia
Islam internasional dimasa mendatang.
Sesungguhnya
idealisme yang dibangun dalam naungan kepemimpinan KAMMI senantiasa
terus berkembang sesuai dengan kebutuhan zaman perjuangan. Meretas
kehadiran para pejuang dakwah KAMMI pada zaman ini akan lebih berfokus
menyuplai kebutuhan dakwah yang tengah memasuki era daulah (kenegaraan)
ini. Hal ini mengacu pada konsep utama "Likulli marhalatin Rijaluha".
Setiap Fase dakwah akan senantiasa menentukan Tokoh Kepemimpinannya.
Maka dalam Fase Daulah ini, Tokoh Kepemimpinan yang berperan adalah
Rijalud Dakwah => Rijalud Daulah (Tokoh Dakwah yang sekaligus menegara).
Olehkarena itu, kampus sebagai miniatur dari sebuah negara adalah lahan
strategis awal yang akan menentukan proses penyiapan para pemimpin
mahasiswa muslim untuk belajar dan bereksperimen, dalam membangun
idealisme gerakan dakwah politik peradaban sekaligus penetrasi gagasan
konsep kenegaraannya dikampus sebelum nantinya keluar dan berhadapan
langsung dengan masyarakat dan negara yang sesungguhnya.
Dengan
format konsep kepemimpinan tersebut, KAMMI yang memiliki Visi :
"Sebagai wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan pemimpin masa
depan yang tangguh dalam upaya mewujudkan masyarakat Islami di
Indonesia". Akan memiliki Renstra penerapan Visi yang jelas. Tokoh
kepemimpinan dalam bingkai pembentukan KAMMI di masa depan setidaknya
harus memiliki beberapa kriteria yang mencangkup kepemimpinan sesuai
kebutuhan dimasa mendatang. Diantara kriterianya adalah :
1. Memiliki kompentensi yang jelas sesuai background keilmuan yang dimiliki.
2. Mampu
berdealektika dengan keberagaman pemikiran Islam dan kebangsaan
Indonesia sekaligus menjadi figur perekat keberagaman tersebut.
3. Dapat menyatukan karakter pribadi yang Transendental dengan hubungan Horisontal nilai-nilai kemanusiaan sesuai fitrah.
4. Memiliki
kepahaman terhadap masalah-masalah kenegaraan secara utuh dan mampu
memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut secara konkrit.
5. Bisa
menjaring dukungan politik nasional dan internasional dengan baik guna
membangun bangsa dan negara yang bermartabat dalam pembangunan Indonesia
madani.
Dari
kelima kriteria tersebut, kepemimpinan yang dicetak oleh KAMMI kedepan
diharapkan mampu membawa perubahan yang dibutuhkan oleh bangsa dan
negara kelak.
Disamping
kriteria yang telah disebutkan, hendaknya idealisme kepemimpinan juga
harus menjadi hal yang patut untuk diperhatikan. Bangsa ini telah
kehilangan narasi besarnya, semenjak era reformasi menjadi mainstream
perubahan orde sistem yang berlaku dinegeri ini. Krisis kepemimpinan dan
narasi besarnya serasa menjadi penyebab utama hilangnya arah pergerakan
bangsa, padahal apabila dilihat dari beberapa orde sebelumnya seperti
orde lama yang menjadi tokoh utamanya adalah Soekarno mampu menjadikan
narasi revolusi sebagai arah pergerakan bangsa. Selanjutnya orde baru
Soeharto menjadikan narasi pembangunan sebagai arah pergerakan bangsa.
Kemudian di orde reformasi hal tersebut belumlah nampak dari para
pemimpin Indonesia yang telah ada, seperti : B.J. Habibi, Gusdur,
Megawati, dan Susilo Bambang Yudhoyono.
Idealisme
yang perlu dirumuskan oleh para calon pemimpin masa depan didalam
kepemimpinan KAMMI adalah sebuah idealisme yang juga sekaligus menjadi
narasi besar bagi bangsa ini. Narasi yang menjadi tawaran idealisme yang
diusung oleh kepemimpinan KAMMI adalah yang bersumber dari penyatuan
spirit ruhiyah keislaman dan asas nasionalis kebangsaan Indonesia. Dalam
fase rekonstruksi yang dituliskan dalam prinsip perjuangan KAMMI
"Perbaikan adalah Tradisi Perjuangan KAMMI". Akhina Rijalul Imam
menjabarkan fase tersebut berlaku menjadi mihwar ke-empat perjuangan
KAMMI dan berlaku selama 5 tahun (2009-2014) hal tersebut dituliskan
dalam buku Capita Selecta KAMMI. Idealisme inilah yang kemudian dapat
dijadikan referensi utama narasi kepemimpinan yang digagas oleh calon
dan pemimpin selanjutnya baik ditingkat internal maupun eksternal
gerakan.
Budaya
memperbaiki (reconstructure culture) dipaparkan sebagai kerangka mihwar
gerakan KAMMI yang diterjemahkan dengan cara bagaimana agar konsepsi
Islam dapat dimasyarakatkan dan didukung oleh masyarakat, terutama
masyarakat berbasis kompetensi. Makna lain, adalah bagaimana
konsepsi-konsepsi itu dapat dijadikan landasan kebijakan negara dalam
proyek perbaikan masyarakat dan negara sehingga mempercepat proses
Islamisasi bangsa yang kemudian dapat mengantarkan Indonesia sebagai
negara yang membawa visi peradaban Islam di tingkat Internasional.
Kepemimpinan KAMMI dalam Mewujudkan Kesejahteraan Negara
Walfare
State (negara sejahtera) dapat terwujud manakala kepemimpinan suatu
negara benar-benar mampu memprioritaskan kepentingan warga negara
dibidang sektor pelayanan publik. Sehingga kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkanpun adalah prioritas untuk kepentingan rakyat. Melihat hal
tersebut KAMMI sejak deklarasi pertamanya di Malang pada tanggal 29
maret 1998, telah menyatakan diri sebagai bagian tak terpisahkan dari
rakyat dan akan terus berjuang untuk kepentingan rakyat. Hal ini
mempertegas posisi gerakan KAMMI dalam mengadvokasi kepentingan rakyat
yang direlasikan dengan peran negara dalam mewujudkan kesejahteraan
warga negaranya.
Kepemimpinan
KAMMI dalam mengawal kepentingan rakyat dihadapan negara, tak lagi
sekedar menjadikan paradigma gerakannya sebagai gerakan Sosial
Independen. KAMMI juga harus mampu mentransformasikan paradigma
gerakannya dan para kader-kadernya kelak, untuk dapat berperan langsung
dalam penentuan kebijakan ditingkat negara. Hal ini menjadi kebutuhan
penting peran para kader KAMMI dalam bidang kenegaraan sebagai output
pola pembentukan kepemimpinannya (Muslim Negarawan).
Olehkarenanya
dalam mihwar rekonstruksi ini, KAMMI harus merekonstruk kader-kadernya
untuk meningkatkan keahlian dibidangnya dan bergerak sesuai
kompentensinya. Agar kemudian agenda perbaikan diberbagai level
kenegaraan kelak, khususnya yang berada dalam sektor pelayanan publik
dapat terwujud. Sehingga tingkat kesejahteraan rakyat di negara
Indonesia dapat meningkat. Dan hal ini akan mempercepat proses
pembentukan negara Madani hadir di Indonesia sebagai negara yang
Baldatun Thoyyiban Wa Rabbun Ghafur. (Wallahu'alam)
*Tulisan ini adalah bagian dari Bunga Rampai DM 3 KAMMI Wilayah Megapolitan (15-20 Feb 2011).
0 komentar:
Posting Komentar