Social Icons

Kamis, 26 Juli 2012

Idealisme Kepemimpinan dalam Fase Rekonstruksi Gerakan KAMMI

 

Idealisme Kepemimpinan dalam

 Fase Rekonstruksi Gerakan KAMMI

Oleh: Akmal Junmiadi
(Aktivis KAMMI Komisariat UNJ)

"Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi".
(Q.S Al-Qashas : 5)

Disorientasi Gerakan Mahasiswa Pasca Reformasi
            Lebih dari satu dekade lamanya gerakan mahasiswa muslim tarbiyah telah menggegas dan  mengawal Era Reformasi di negeri ini. Namun yang menjadi pertanyaan besarnya adalah apa saja kontribusi besar yang sudah dilakukan untuk memberikan perubahan besar dalam wacana reformasi tersebut.? Kejayaan wacana reformasi yang menggaung lepas ditahun 1998 kini tak lagi terdengar menyeruak sebagai angin perubahan bangsa menuju arah yang benar-benar jauh lebih baik. Reformasi yang menandakan hadirnya proses demokrasi sebagai sistem yang diyakini dapat memberikan pencerahan, setelah lama terkekang dalam cengkraman rezim Orde Baru selama 32 tahun, kini tak ubahnya hanya sekedar bentuk proses demokrasi prosedural yang semu terhadap makna substansial demokrasi itu sendiri. Wajah-wajah lama para elit orba masih menjadi ikon pemain dan penentu utama setiap kebijakan atas bangsa dan negeri ini. Tak ada yang berubah melainkan topeng dan polesan para pemimpin yang korup tersebut agar lebih dikenal bersih dari keburukannya yang pernah dilakukan di zaman orba.

            Disisi lain gerakan mahasiswa semakin lama terus terkikis dan mengalami penurunan yang cukup mengkhawatirkan. Mahasiswa seakan lupa dan kembali amnesia terhadap sejarah dan perannya yang menentukan arah besar suatu proses kebangkitan bangsa. Ironi memang melihat gerakan mahasiswa saat ini hanya dapat berephoria terhadap perjuangan mahasiswa angkatan 1998. Sibuk memperlihatkan eksistensi hingga lupa akan peran utama dari gerakannya. Atau memang sedemikian pragmatisnya sampai mau menjual idealisme yang diusungnya demi kepentingan elit penguasa tertentu. Apabila hal teresebut benar terjadi maka tak ayal lagi gerakan mahasiswa hanya digunakan atas mandataris suatu kepentingan dalam momentum politik tertentu saja. Selebihnya lebih suka dijadikan penonton dan penyorak para pemain kebijakan elit politik penguasa saat ini.
            Basis utama gerakan mahasiswa yang berada dikampus-kampus, kini lebih suka dijadikan lahan garapan dan rebutan kepentingan golongan yang terfragmentasi. Penguasaan terhadap lembaga-lembaga formal kampus banyak yang hanya dijadikan sebagai simbol status qou kepemimpinan para aktivis gerakan pendahulunya. Tanpa mempertanyakan orientasi yang jelas  mata rantai perjuangan gerakan sebagai tanggung jawab estafet kepemimpinan yang harus dilanjutkan. Apakah memang ketajaman daya nalar intelektual kritis mahasiswa saat ini sudah semakin tumpul hingga tak mampu lagi mendobrak kebekuan sistem kepemimpinan gerakan yang perlahan tapi pasti menuju jurang kematian, karena sudah tak lagi dirasakan manfaatnya secara layak.
Gerakan Peradaban Kampus Menuju Negara Madani
Berangkat dari kedua permasalahan tersebut, sudah saatnya gerakan mahasiswa khususnya para aktifis mahasiswa muslim tarbiyah di dekade ke-2 fase reformasi kembali bangkit untuk berbenah diri. Kembali merekonstruski gerakannya agar lebih memiliki arah perjuangan yang jelas dan menyambung kembali keterputusan mata rantai perjuangan para pendahulu. Tradisi inilah yang harusnya dimiliki oleh seluruh aktifis dakwah kampus dewasa kini dalam tugas menyiapkan momentum kebangkitan Islam jangka panjang. Sudah saatnya seluruh pemegang amanah siyasi (politik) gerakan mahasiswa muslim tarbiyah menjemput kembali momentum yang hilang dengan mempersiapkan momentum tersebut dari sekarang, bersiap-siap membuat masa depan kebangkitan bangsa yang islami agar benar-benar dapat terwujud dinegeri madani Indonesia kelak.
            Hal tersebut hanyalah dapat dilakukan manakala esensi gerakan dakwah ini kembali merasuk kedalam kampus secara massif dan lebih tertata dengan jauh lebih baik. Dengan kembali membangun basis-basis gerakan dakwah siyasi syar'iyah (politik islam) serta menghimpun segenap komponen potensi mahasiswa muslim melalui kulturisasi budaya mental intelektual muda muslim dan pembentukan kepemimpinan muda yang dibangun secara idealisme politik keislaman secara integral sesuai bingkai asas dasar Islam (Al-Qur'an dan Al-Hadist).  Dari sekedar politik nilai menjadi politik peradaban yang islami. Olehkarenanya gagasan "Gerakan Peradaban Kampus Menuju Negara Madani" haruslah menjadi mainstream upaya akselerasi pencapaian Islam sebagai sokoguru peradaban dunia kelak. Yakni dengan menjadikan kampus sebagai miniatur Negara Madani sekaligus laboratorium peradabannya. Agar kemudian kampus benar-benar dapat menyuplai tatanan Peradaban dalam pengisian ruangan kenegaraan dan kebangsaan Indonesia.


KAMMI dan Rekonstruksi Kepemimpinan
            Kehadiran KAMMI saat ini, adalah salah satu jawaban nyata akan lahirnya proses tersebut. Kehadirannya yang pernah menjadi fenomenal diawal Era Reformasi, dikenal sebagai bayi ajaib ditahun 1998. Kini harus mampu tumbuh berkembang besar menjadi sosok pejuang pemuda muslim intelektual profetis (membawa misi kenabian), yang senantiasa siap melawan dan menggantikan kepemimpinan fir'aun (para pemimpin korup) bangsa dan negara ini. Dari sekedar model perjuangan Nabi Musa (Oposan Kebatilan) beralih kepada model perjuangan Nabi Yusuf (Muslim Negarawan). Dari sekedar front aksi menjadi organisasi pemuda muslim yang juga fokus membina dan membentuk militansi gerakan para penuntas perubahan untuk memimpin bangsa dan negara menuju kemenangan Islam kelak. Dan selanjutnya menjadikan Indonesia sebagai pusat dari peradaban dunia Islam internasional dimasa mendatang.
            Sesungguhnya idealisme yang dibangun dalam naungan kepemimpinan KAMMI senantiasa terus berkembang sesuai dengan kebutuhan zaman perjuangan. Meretas kehadiran para pejuang dakwah KAMMI pada zaman ini akan lebih berfokus menyuplai kebutuhan dakwah yang tengah memasuki era daulah (kenegaraan) ini. Hal ini mengacu pada konsep utama "Likulli marhalatin Rijaluha". Setiap Fase dakwah akan senantiasa menentukan Tokoh Kepemimpinannya. Maka dalam Fase Daulah ini, Tokoh Kepemimpinan yang berperan adalah Rijalud Dakwah => Rijalud Daulah (Tokoh Dakwah yang sekaligus menegara). Olehkarena itu, kampus sebagai miniatur dari sebuah negara adalah lahan strategis awal yang akan menentukan proses penyiapan para pemimpin mahasiswa muslim untuk belajar dan bereksperimen, dalam membangun idealisme gerakan dakwah politik peradaban sekaligus penetrasi gagasan konsep kenegaraannya dikampus sebelum nantinya keluar dan berhadapan langsung dengan masyarakat dan negara yang sesungguhnya.
Dengan format konsep kepemimpinan tersebut, KAMMI yang memiliki Visi : "Sebagai wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan pemimpin masa depan yang tangguh dalam upaya mewujudkan masyarakat Islami di Indonesia". Akan memiliki Renstra penerapan Visi yang jelas. Tokoh kepemimpinan dalam bingkai pembentukan KAMMI di masa depan setidaknya harus memiliki beberapa kriteria yang mencangkup kepemimpinan sesuai kebutuhan dimasa mendatang. Diantara kriterianya adalah :
1.      Memiliki kompentensi yang jelas sesuai background keilmuan yang dimiliki.
2.      Mampu berdealektika dengan keberagaman pemikiran Islam dan kebangsaan Indonesia sekaligus menjadi figur perekat keberagaman tersebut.
3.      Dapat menyatukan karakter pribadi yang Transendental dengan hubungan Horisontal nilai-nilai kemanusiaan sesuai fitrah.
4.      Memiliki kepahaman terhadap masalah-masalah kenegaraan secara utuh dan mampu memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut secara konkrit.
5.      Bisa menjaring dukungan politik nasional dan internasional dengan baik guna membangun bangsa dan negara yang bermartabat dalam pembangunan Indonesia madani.
Dari kelima kriteria tersebut, kepemimpinan yang dicetak oleh KAMMI kedepan diharapkan mampu membawa perubahan yang dibutuhkan oleh bangsa dan negara kelak.
Disamping kriteria yang telah disebutkan, hendaknya idealisme kepemimpinan juga harus menjadi hal yang patut untuk diperhatikan. Bangsa ini telah kehilangan narasi besarnya, semenjak era reformasi menjadi mainstream perubahan orde sistem yang berlaku dinegeri ini. Krisis kepemimpinan dan narasi besarnya serasa menjadi penyebab utama hilangnya arah pergerakan bangsa, padahal apabila dilihat dari beberapa orde sebelumnya seperti orde lama yang menjadi tokoh utamanya adalah Soekarno mampu menjadikan narasi revolusi sebagai arah pergerakan bangsa. Selanjutnya orde baru Soeharto menjadikan narasi pembangunan sebagai arah pergerakan bangsa. Kemudian di orde reformasi hal tersebut belumlah nampak dari para pemimpin Indonesia yang telah ada, seperti : B.J. Habibi, Gusdur, Megawati, dan Susilo Bambang Yudhoyono.
Idealisme yang perlu dirumuskan oleh para calon pemimpin masa depan didalam kepemimpinan KAMMI adalah sebuah idealisme yang juga sekaligus menjadi narasi besar bagi bangsa ini. Narasi yang menjadi tawaran idealisme yang diusung oleh kepemimpinan KAMMI adalah yang bersumber dari penyatuan spirit ruhiyah keislaman dan asas nasionalis kebangsaan Indonesia. Dalam fase rekonstruksi yang dituliskan dalam prinsip perjuangan KAMMI "Perbaikan adalah Tradisi Perjuangan KAMMI". Akhina Rijalul Imam menjabarkan fase tersebut berlaku menjadi mihwar ke-empat perjuangan KAMMI dan berlaku selama 5 tahun (2009-2014) hal tersebut dituliskan dalam buku Capita Selecta KAMMI. Idealisme inilah yang kemudian dapat dijadikan referensi utama narasi kepemimpinan yang digagas oleh calon dan pemimpin selanjutnya baik ditingkat internal maupun eksternal gerakan.
Budaya memperbaiki (reconstructure culture) dipaparkan sebagai kerangka mihwar gerakan KAMMI yang diterjemahkan dengan cara bagaimana agar konsepsi Islam dapat dimasyarakatkan dan didukung oleh masyarakat, terutama masyarakat berbasis kompetensi. Makna lain, adalah bagaimana konsepsi-konsepsi itu dapat dijadikan landasan kebijakan negara dalam proyek perbaikan masyarakat dan negara sehingga mempercepat proses Islamisasi bangsa yang kemudian dapat mengantarkan Indonesia sebagai negara yang membawa visi peradaban Islam di tingkat Internasional.

Kepemimpinan KAMMI dalam Mewujudkan Kesejahteraan Negara
Walfare State (negara sejahtera) dapat terwujud manakala kepemimpinan suatu negara benar-benar mampu memprioritaskan kepentingan warga negara dibidang sektor pelayanan publik. Sehingga kebijakan-kebijakan yang dikeluarkanpun adalah prioritas untuk kepentingan rakyat. Melihat hal tersebut KAMMI sejak deklarasi pertamanya di Malang pada tanggal 29 maret 1998, telah menyatakan diri sebagai bagian tak terpisahkan dari rakyat dan akan terus berjuang untuk kepentingan rakyat. Hal ini mempertegas posisi gerakan KAMMI dalam mengadvokasi kepentingan rakyat yang direlasikan dengan peran negara dalam mewujudkan kesejahteraan warga negaranya.
Kepemimpinan KAMMI dalam mengawal kepentingan rakyat dihadapan negara, tak lagi sekedar menjadikan paradigma gerakannya sebagai gerakan Sosial Independen. KAMMI juga harus mampu mentransformasikan paradigma gerakannya dan para kader-kadernya kelak, untuk dapat berperan langsung dalam penentuan kebijakan ditingkat negara. Hal ini menjadi kebutuhan penting peran para kader KAMMI dalam bidang kenegaraan sebagai output pola pembentukan kepemimpinannya (Muslim Negarawan).
Olehkarenanya dalam mihwar rekonstruksi ini, KAMMI harus merekonstruk kader-kadernya untuk meningkatkan keahlian dibidangnya dan bergerak sesuai kompentensinya. Agar kemudian agenda perbaikan diberbagai level kenegaraan kelak, khususnya yang berada dalam sektor pelayanan publik dapat terwujud. Sehingga tingkat kesejahteraan rakyat di negara Indonesia dapat meningkat. Dan hal ini akan mempercepat proses pembentukan negara Madani hadir di Indonesia sebagai negara yang Baldatun Thoyyiban Wa Rabbun Ghafur. (Wallahu'alam)


*Tulisan ini adalah bagian dari Bunga Rampai DM 3 KAMMI Wilayah Megapolitan (15-20 Feb 2011).

0 komentar:

Posting Komentar